Sabtu, 06 Februari 2010

Tahura (Taman Hutan Raya Bukit Barisan)

Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan.
Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi denga luas seluruhnya 51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung.
Bagian lain kawasan Tahura ini tersiri terdiri dari CA/TW. Sibolangit, SM. Langkat Selatan TW. Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit.

FLORA DAN FAUNA
Kawasan hutan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut antara lain : Pinus Merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Podocarpus sp, Toona surei dan jenis yang lain seperti Durian, Dadap, Rambutan, Pulai, Aren, Rotan, dan lain-lain.
Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya : Pinus caribeae, pinus khasia, Pinus insularis, Eucalyptus sp, Agathis sp, dan lain-lain.
Beberapa fauna yang hidup di kawasan ini antara lain : monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kecil, rusa, treggiling, dan lain-lain.

WISATA
Sebagian dari Kawasan Tahura, terutama sekitar Tongkoh dan Brastagi telah berkembang menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang penting di Sumatera Utara.
Faktor penunjang utama sebagai obyek wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam yang indah, sumber air dan danau Toba serta budaya yang memikat.
Disamping itu sarana prasarana juga cukup memadai, seperti : jalan raya dengan kondisi yang baik dan mulus yang menghubungkan sebagian besar kawasan Tahura, sarana akomodasi dan penginapan, lokasi perkemahan dan jalan setapak dibeberapa kawasan.
Bagi yang berminat didunia penelitian (research), Tahura Bukit Barisan juga dapat dijadikan gudang ilmu pengetahuan. Penelitian tidak terbatas pada bidang flora dan fauna saja tetapi juga mencakup bidang hidrologis serta sosial budaya.
Sarana akomodasi dan penginapan sudah tersebar disekitar, mulai dari Sibolangit sampai dengan Brantagi baik berupa penginapan sederhana maupun hotel berbintang taraf international. Sebagai jantung utama Tahura Bukit Barisan berada di Tongkoh.
Di Tongkoh ini telah disediakan fasilitas penginapan, ruangan primer, perpustakaan, restoran, panggung budaya, juga aktrasi tunggang gajah, serta sarana karantina satwa. Selain untuk wisata , lokasi Tongkoh juga cocok untuk kegiatan penelitian, olah raga misalnya Lintas Wisata Alam dsb.
Masyarakat yang bermukim disekitar Tahura Bukit Barisan terdiri dari suku Melayu, Karo, Aceh dan Batak. Mata pencarian penduduk utamanya adalah petani dan pekebun. Produksi utama sayur mayur adalah kol, buncis, wortel, sawi, buah-buahan seperti jeruk Tanah Karo sangatlah terkenal demikian pula buah markisa banyak dikebunkan disini dan dapat dinikmati rasanya dalam bentuk sirup markisa.
Pemerintah Daerah sangat berkenan dalam pengembangan budidaya ini, misalnya dalam pentas budaya, pameran buah dalam Festival Buah yang diselenggarakan tiap tahun dsb. Upaya pelestarian budaya, budaya juga dilakukan terhadap peninggalan rumah adat seperti di Lingga.
Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung Sibayak (2.211 m) dan Gunung Sinabung (2.451 m), gunung ini sering menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menaklukkannya. Dianjurkan bila ingin mendaki gunung ini minta izin lebih dahulu kepada instansi yang berwenang, untuk persiapan segala sesuatu serta sangat diperlukan adanya pemandu keselamatan

Kamis, 28 Januari 2010

Rimbawan Gopala

Rimbawan Gopala

Bukit Lawang

Panduan Wisata Bukit Lawang, Sumatera Utara
Rabu, 26 November 2008 | 12:24:11
Bukit Lawang, Sumatera Utara
Dari Kota Medan, Anda bisa menggunakan dua alternatif angkutan, yakni angkutan carter dan angkutan umum. Angkutan carter dapat dipesan di hotel, perusahaan rent a car, atau langsung ke Lapangan Merdeka Medan (depan Stasiun Besar Kereta Api Medan) di mana puluhan mobil carter liar siap menunggu Anda dengan harga relatif lebih murah.

Di Medan, tarif mobil carter berkisar antara Rp 250.000 sampai Rp 550.000 per hari, tergantung jenis mobilnya. Itu di luar jasa sopir dan BBM. Jarak antara Medan ke Bukit Lawang adalah 85 km, jadi Anda dapat menghitung sendiri kira-kira kebutuhan BBM-nya. Bila Anda datang secara group, disarankan menyewa mobil jenis Mitsubishi L-300 atau minibus lainnya. Dan kalau Anda membutuhkan jasa travel agent, banyak sekali perusahaan sejenis yang membuat paket perjalanan ke Bukit Lawang.

Bila ingin merasakan petualangan naik angkutan umum, maka Anda terlebih dahulu ke terminal Pinang Baris Medan. Dari terminal ini, bus satu-satunya yang melayani rute Medan—Bukit Lawang adalah Pembangunan Semesta (PS). Ongkosnya kira-kira Rp 12.000. Memang tingkat kenyamanannya sangat rendah. Anda akan berada di dalam bus tua yang meraung, di mana seluruh penumpangnya bebas merokok. Turis-turis backpacker dari Eropa senang menggunakan bus ini karena murah. Lama perjalanan sekitar 3-4 jam.

Di Bukit Lawang, terdapat banyak jenis penginapan, mulai dari lodge tematik, cottage berbintang tiga, atau penginapan-penginapan sederhana yang murah. Tarifnya mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 500.000 per malam.

Selamat bertemu dengan orang utan dan menikmati alam Bukti Lawang yang sejuk permai!

Jalur Maut Pendaki di Berastagi dan Sekitarnya


09:20 | Monday, 15 June 2009



Rute pendakian di Gunung Barus yang menyesatkan 13 mahasiswa IAIN-Sumut, akhir pekan lalu, tak begitu populer. Sudah lama rute itu ditinggalkan pencinta gunung. Rute ini relatif tak berbahaya dibanding rute pendakian yang lain di Tanah Karo, yang banyak mengambil korban jiwa bule. Seperti apa?

Hobi menjelajah hutan merupakan wisata yang menyenangkan. Sambil menikmati udara segar, beragam tumbuhan di hutan dan fauna mulai dari primata sampai binatang besar, bisa ditemukan. Ada yang menganggap, menjelajah hutan adalah tantangan besar dan berisiko. Tetapi, adapula yang menilai-apalagi sudah terbiasa menjelajah hutan-merasa tantangannya tidak terlalu besar.

Peristiwa tersesatnya 13 Mahasiswa Pecinta Alam Semesta (Mapasta) Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Sumut akhir pekan lalu di kawasan Puncak Bohong, Gunung Barus, memberi gambaran, alam liar bukan hal yang mudah ditaklukkan. Sekali pun bagi para penjelajah alam yang profesional.

Ismail (45), pemandu wisata di Kabupaten Karo menceritakan kondisi dan kerawanan rute jelajah hutan, pegunungan, dan gunung di kabupaten di Bukit Barisan itu. Pria yang berprofesi sebagai pemandu wisata 20 tahun terakhir mengatakan Gunung Barus yang tingginya 1.905 meter diatas permukaan laut (m dpl), sejak pertengahan tahun 90-an telah jarang dilalui oleh kelompok wisatawan.

Terutama rute rawan di sekitar dataran Puncak Bohong. Puncak ini memiliki panorama indah serta kaya ragam flora dan fauna. “Areal yang datar cukup luas, jumlah kayu tidak banyak. Di sana kebanyakan ditumbuhi semak, jadi kalau sudah lama tidak dilalui kemungkinan jalan setapak yang ada menjadi tertutup dengan sendirinya. Yang kita khawatirkan di atas sana adalah banyak jalan kecil atau yang sering disebut jalan tikus yang bukan rute tracking,” paparnya.

Munculnya jalan baru yang menyesatkan pendaki, kata Ismail, kemungkinan besar adalah jalan setapak yang muncul dibuat oleh pencari rotan atau jalan atau lintasan babi hutan. Dikatakannya, jalan babi hutan-lah yang paling banyak di sekitar lokasi Puncak Bingung.
Beberapa rute jalan tikus yang ada di atas, memang harus dapat dikuasai secara tepat. Karena menurutnya, jalur resmi (bukan yang dibuat pencari rotan/hewan) di sekitar lokasi memang ada beberapa rute, baik menuju ke Kabupaten Deliserdang atau ke Kabupaten Karo, seperti Bukum, Penen, Tongkoh dan Serdang.

Di Puncak Bohong atau kawasan lainnya di Gunun Barus, kata Ismail, belum ada petunjuk yang dibuat untuk memudahkan perjalanan. “Tidak adanya tanda panduan membuat pemula yang tanpa instruktur (guide) menjadi tersesat,” katanya.

Ismail juga mendapat cerita, di di hutan Gunung Barus masih banyak binatang buas. Namun, selama dirinya memandu turis mancanegara menjelajah hutan belum pernah bertemu binatang buas seperti Harimau Sumatera. Ia mengingatkan, agar setiap pendaki apalagi pemula selalu didampingi instruktur dan membawa bekal yang cukup.

Ayah tiga anak menyatakan, hingga saat ini pendakian (traking) di Gunung Sibayak (2.094 m dpl) yang paling banyak menelan korban. Menurutnya, rute melalui desa Jaranguda (rute Sibayak I) dan jalur Sibayak II dari Desa Semangat Gunung (Raja Berneh) tidak sulit dilalui. “Kalau jalan dari Sibayak I sudah diaspal hingga kawasan Batu Kapur (sekitar 30 menit perjalanan menuju puncak). Sedangkan dari Sibayak II sudah dibuatkan tangga hampir mencapai puncak,” ujar dr Smiley-sapaan akrab Ismail di kalangan bule.

Menurut dr Smiley, apabila terus mengikuti kedua jalan tersebut kemungkinan kesasar sangat minim. Lain halnya dengan rute 54 yang lebih menantang dan berbahaya. Jalur tersebut berada di sekitar panorama Penatapan desa Doulu (lokasi penjual jagung/pintu angin). Jalur 54 yang jarak tempuhnya lebih singkat dibandingkan dua rute lainnya menuju Gunung Sibayak (sekitar 2 jam perjalanan) memang lebih terjal dan jarang dilalui.

Tidak jauh berbeda dengan jalan di atas Puncak Bohong, rute 54 juga sering tertutup oleh semak karena orang yang melalui jalan itu hanya orang tertentu (pecinta alam). “Jika pemandu wisata dan pecinta alam tidak melintasi jalan itu beberapa bulan, maka akan tertutup dengan sendirinya. Selain itu, lintasan yang dibuat oleh pencari rotan dan bambu (perajin keranjang) kerap membuat bingung pendaki untuk memilih jalan yang harus dilalui,” katanya lagi.

Tidak hanya menuju Gunung Sibayak, tetapi ketika tiba di puncak-lah yang biasanya orang yang tanpa pemandu, pada umumnya turis mancanegara tersesat untuk kembali ke Berastagi. Karena, kata pria gimbal ini, kebanyakan wisatawan luar negeri terlalu percaya diri berpergian hanya bermodalkan peta dan buku petunjuk tanpa guide. Padahal, kata Ismail, di puncak gunung itu banyak jalan turun, misalnya menuju Berastagi, Desa Semangat Gunung, Doulu, Sibolangit (Bumi Perkemahan Pramuka), dan Bandar Baru.

Pria paruh baya ini mengatakan, walau Gunung Sinabung (2.475 m dpl) merupakan gunung tertinggi di Tanah Karo tetapi jalur pendakiannya lebih mudah dibading rute lain. “Kalau kita mendaki dari Lau Kawar-puncak Sinabung hanya ada satu jalan. Jika terus mengikuti rute yang ada sepertinya sulit tersasar. Memang sekitar tahun 1996 ada wisatawan Korea yang kesasar, itupun karena pulang terlalu malam, tidak lagi dapat melihat jalan. Tetapi besoknya langsung ketemu,” terang Ismail.

Tapi lain hanya kalau mendaki Sinabung dari desa Singgarang-garang atau desa Mardinding. Karena menurutnya, jalur dari kedua desa itu jarang dilalui oleh pendaki. Hanya digunakan warga setempat. Satu lagi rute yang biasa dilalui guide dengan wisatawan mancanegara adalah rute traking Kuta Rayat-Marike yang biasanya ditempuh dengan waktu tiga hari (jalan santai).

“Namun jangan pernah melalui rute ini tanpa pemandu, karena melalui hutan belantara. Setidaknya jika ingin melintasi jalur Kuta Rayat (desa dekat Danau Lau Kawar) Kabupaten Karo-Marike (menuju Bukit Lawang Kab Langkat), pergilah dengan orang sudah paham benar jalannya,” tegasnya. Menurutnya, beberapa tahun silam pemandu wisata dan wisatawan sering bertemu dengan pecinta alam di jalur ini. Kami dan bule menuju Bukit Lawang, sementara mereka menuju Lau Kawar,” katanya.

Namun menurut pemandu wisata yang bermukim di Jalan Perwira Gg Surya Indah Berastagi ini, objek wisata yang pernah ia jelajahi di beberapa tempat Indonesia tidak jauh berbeda dari persoalan alam gaib. Menurutnya, hal mistis masih tetap ada dan kuat di seluruh objek wisata di Tanah Air. Hanya saja, katanya, tidak boleh sembarangan (bersikap sopan). Ia selalu menyarankan bagi petualang pemula untuk mengikuti jalur yang ada.

Staf Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kab Karo, Morison Sitepu saat ditemui di Tourist Information Berastagi, Minggu (14/6) mengatakan sudah banyak wisatawan asing tersesat atau hilang di gunung-gunung Karo. Tahun 1928, Van Justitie (Belanda) ditemukan setelah tiga hari di Gunung Sibayak. Tahun 1953, dokter dan perawat asal Israel hilang dan belum ditemukan hingga kini.

Kasus wisatawan hilang terus berlanjut. Tahun 1983, dua orang Profesor (USA-nama tak diketahui) belum ditemukan hingga saat ini. Berselang tiga tahun (1986), John Sheldon Sanders (USA) tersesat dan ditemukan setelah lima hari. Tahun 1989, Steven Eric Herbert (Swedia) ditemukan tewas di jurang. Tahun 1993, Paijs J.A.Hubertus (Belanda) ditemukan meninggal setelah tujuh bulan kemudian. Tahun 1995, Dunkel Wolfgang (Austria) ditemukan meninggal dua tahun kemudian.

Tahun 1997, Christina Eichorn dan Hans Jorgeichorn-kakak beradik (Jerman) belum ditemukan hingga saat ini. Di tahun yang sama, Uwe Fischer, A Strauber (suami/istri) dan dua anaknya, Anne dan Finn (Jerman) ditemukan hidup setelah tiga hari kesasar di puncak Gunung Sibayak.

Tahun 2007 lalu, Franz Resch (Austria) hilang delapan hari, ditemukan hidup di Desa Dokan Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deliserdang.
Tahun yang sama, empat anggota Red Cross (palang merah) yang bertugas di Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Charles, Methelde, Oliver, dan Sabastian (Francis) ditemukan selamat sehari kemudian. Sedangkan di Gunung Sinabung, Simon Bleeg (Denmark) jatuh di sekitar kawah gunung tahun 1995 dan ditemukan meninggal. (*)

Jalur Pendakian Gunung Sinabung

Feb 10, '07

Lokasi : G. Sinabung, Sumatera Utara
Menuju Lokasi : Dari kota Medan anda dapat naik Bus dg trayek Medan-Kabanjahe. nama bus nya *Sinabung Jaya / Sutra* setelah sampai di Brastagi turun di Terminal dan lanjutkan perjalanan dg mengunakan angkutan pedesaan dg nama trayek *Takshima* angkot ini akan mengantar anda sampai di Danau Lau Kawar, dari sinilah anda dapat mendaki gunung Sinabung.

--------------------------------------------------------------------------------

GUNUNG SINABUNG (2.451m)


Gunung Sinabung salah satu gunung berapi yang sudah tidak aktif dan memiliki ketingian 2.475 mdpl, Untuk menuju puncaknya Bisa dari tepian Danau Lau Kawar atau Desa Sigarang-garang. Gunung ini memiliki medan yg cukup menantang dan hutan yg masih cukup asri dan lumayan lebat.

Jalur yg biasa di tempuh adalah jalur dari danau Lau Kawar. Kita dapat berangkat dari kota Brastagi menggunakan Angkutan Pedesaan dg angkot trayek *TAKASHIMA* Sesampainya di Danau Lau Kawar kita dapat beristirahat dan tidak jarang mereka mendirikan tenda di Camping Ground yg berada tepat ditepian danau Lau Kawar.

Setelah melapor pada petugas jaga / Tim SAR dan membayar uang Retribusi kita dapat langsung berangkat untuk melakukan pendakian. Pertama tama kita akan melewati areal ladang sayuran sampai akhirnya tiba di Pintu Hutan Rimba. Dari sini track berikutnya adalah belantara tropis yang cukup segar dengan jalur setapak meliuk dengan tanah berlumpur yang langsung menuju puncak Gunung Sinabung.

Terdapat beberapa Shelter / Pos peristirahatan.Di Shelter / Pos peristirahatan ini memang tidak ada bangunan permanent yg dapat kita gunakan untuk berteduh dari hujan disaat musim penghujan.(disarankan anda membawa perlengkapan seperti Plonco / Raincoat / Tenda) Di sini pendaki dapat beristirahat melepas lelah sambil melihat pemandangan lepas ke bawah.

Shelter terakhir yg dapat kita gunakan untuk berisitirahat adalah sebuah mata air yg biasa disebut Pos Pandan. Kita dapat mengambil air yg cukup jernih. Biasa para pendaki beristirahat cukup lama di Pos Pandan untuk memulihkan stamina dg cara makan logistic yg dibawa karena setelah pos ini anda akan mulai memasuki trek bebatuan yg memiliki tingkat kecuraman sekitar 45 drajat.berhati2 lah di cadas ini karena disini tidak banyak tempat untuk beristirahat.

Sesampainya anda di Puncak anda dapat memandang hamparan hutan di bawah dan apabila cuaca cerah disebelah Timur anda akan dapat melihat Bentangan Danau Toba.sedangkan sebelah Barat anda akan menyaksikan danau Lau Kawar beserta barisan hutan yg masih lebat ditumbuhi pepohonan.
Dari puncak tertinggi gunung Sinabung ini anda dapat turun ke sebelah timur untuk melihat kawah yg sudah mati dan juga terdapat bukit bebatuan yg berbentuk seperti Candi. Apabila anda termasuk Extreme people anda dapat mencoba menaiki puncak ini konon, kita dapat duduk di atas puncak bebatuan ini.

Setelah merasa cukup untuk mengambil Poto ataupun menikmati pemandangan di puncak kita dapat turun dg jarak waktu yg lebih singkat. Dan apabila anda tidak tergesa-gesa alangkah baiknya singgah di Oukup (bebatuan karang yg mengeluarkan uap panas). Lokasinya tepat dibawah puncak. Kadang ada juga pendaki yg merebus telur di tempat ini.

Sesampainya kita di bawah (Lau Kawar) kita bisa beristirahat dan makan karena disini memiliki beberapa Kedai / Warung yg menunya cukup sederhana dg harga yg terjangkau. Cobalah untuk bermalam di Lau Kawar karena disaat cuaca cerah pada sore hari anda dapat menikmati Sunset dari tepian Danau Lau Kawar. Dan apabila anda masih ingin berpetualang anda dapat mungunjungi daerah yg biasa disebut *LANCUR* (dengan bimbingan / bantuan tim SAR / RANGER G.Sinabung)

TRAGEDI SAAT KEMAH KONSERVASI

TRAGEDI SAAT KEMAH KONSERVASI
HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA
2007 Juli 18-24

Kegiatan yang diselenggarakan oleh PALAPA Berastagi yang berkarjasama denagn USAID ISP,yang dihadiri oleh kader-kader peduli lingkungan di danau lau kawar kaki gunung sinabung tanah karo,
“Dengan tema selamatkan lingkungan dengan tangtan mu”


Saat itu saya (G0PALA) dan teman saya ari (KURAWA) sedang mengerjakan tugas yang di berilkan oleh panitia saat kemah konservasi di pinggiran danau lau kawar,dengan asik kami bercerita tentang pengalaman rimba yang kami alami masing-masing lalu datang Thomas (RGS) dengan gaya reggae mannya dengan yakin memberikan sepanduk untuk dipajang diantara dua pohon pinus di pinggir danau,aku dan aripun dengan sigap memanjat pohon tersebut,belum selesai kami memsang sepanduk tersebut terdengar jeritan ibu-ibu yang panic melihat anaknya terbawa arus danau dengan cepatnya,tak mau diam aku (GOPALA) dan ari (KURAWA) dengan sigap turun dari pohon dan berlari mengejar anak yg hanyut terbawa arus tersebut,dengan cepat kami membuka baju dan berenang mengejar,namaun apa yang terjadi seluruh tetua menuruh kami kembali ke tepi danau, dengan lantang mereka berkata “MAU MATI KALIAN”
Dan mereka menyuruh kami membawa rakit bambu untuk mengejar korban,namun sayangnya rakit tersebut tidak memiliki pendayung,hingga kami berenang samabil membawa rakit tersebut,wach mau mati karma capek kurasa,dinginnya air danau kurasakan hingga tulang ini kaku,namun tak mundur,kami terus berenang walau stamina ini telah habis 30 ya kurang lebih 30 menit kami berenang mengejar korban tersebut,dan kami berhasil meraih rakit yang ia tumpangi,dengan rasa takut ia berkata TOLONG dan dengan tenang kami menyikapinya dan berusaha meykinkannya smua ini telah berahir dan jangn takut karma ada kami disini,suara sorakan gembira terdengar dari bibir danau sorakan dari teman-teman kader lingkungan yang memberikan dukungan kepada aku dan ari karma berhasil menyelamatkan anak kecil yang berusia 4 tahunan itu,lalu kami berenang kembali ke tepi danau,leah kurasa dingin yang menusuk yg bisa menyebabkan hipotermia pad tubuh, dan rasa takut ada didalam air yang menurut warga sekitar sangat berbahaya,, naun tak gentar kami tetap berenang.

Dan tiba kami di pinggir danau,dengan rasa haru orang tua korban menangis dan mengucapkan terima kasih sembari menciumi kami,rasa bangga kami berdua,namun itulah pendidikan yang kami dapat dari ini semua,nyawa begitu berarti,dan smua teman kader peduli lingkungan memapah kami yang lemas berenang dalam air yang suhunya tidak tentu,dan kami berdua drop dan jatuh sakit,begitu dahsyat pengalaman itu,dan aku menyadari devisiku bukan SAR namun JUNGLE SURVIVAL namun aku mampu mengevakuasi korban,karma apa pendidikan yang telah ku alami selam 3 bu;an di rimba belantara yang hanya mengandalkan FILLING BABI hahaha,
Thanks buat instrukturku yang telah mendidik aku selama ini:
*Acong MAPALA UMSU ditahun 2003,2005-2006
*Black MAPALA UMSU diathun 2004
*Marison RANGER GUNUNG SINABUNG ditahun 2007
*King RANGER GUNUNG SINABUNG ditahun 2007
*Thomas RANGER GUNUNG SINABUNG ditahun 2007
*Eva PALAPA/RGS ditahun 2008
*Erick KPL KARSID ditahun 2009
Beserta lembaga-lembaga Pecinta Alam lainnya yang membuka pintu untukku bisa bertukar pikiran tentang kelestarian lingkungan,

*GURKA *PALASTA *KOMAPAL *GUMPALAN
*CHIPA-CHIPA *RGS *MAPALA UMSU *KOMPAS USU
*KEBASPALA *KPL KARSID *KURAWA *JUNGLEPA
*GAPALATAS *PALAPA *MPK BEM STEMIK KAPUTAMA
*SISPALA SMAL BINJAI


Day rastafara
(Jack mayat)